Social Icons

Kamis, 21 November 2013

SATUAN DAN PENGUKURAN

BAB I
SISTEM SATUAN DAN PENGUKURAN

Pada Bab I buku Fisika Dasar untuk Sains Anda akan mempelajari tentang sistem satuan dan sistem pengukuran, dan untuk itu akan dimulai dengan pengukuran, sistem satuan, besaran pokok dan besaran turunan.
A.    Pengukuran
Pengukuran merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting dalam kehidupan kita. Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran dengan besaran lain sejenis yang dipergunakan sebagai satuannya. Misalnya, Anda mengukur panjang buku dengan mistar, artinya Anda membandingkan panjang buku tersebut dengan satuan-satuan panjang yang ada di mistar, yaitu milimeter atau centimeter, sehingga diperoleh hasil pengukuran, panjang buku adalah 210 mm atau 21 cm.
Fisika merupakan ilmu yang memahami segala sesuatu tentang gejala alam melalui pengamatan atau observasi dan memperoleh kebenarannya secara empiris melalui panca indera. Karena itu, pengukuran merupakan bagian yang sangat penting dalam proses membangun konsep-konsep fisika. 
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, pertama masalah ketelitian (presisi) dan  kedua masalah ketepatan (akurasi). Presisi menyatakan derajat kepastian hasil suatu pengukuran, sedangkan akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang sebenarnya.  Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk melakukan
pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin presisi hasil pengukuran alat tersebut. Mistar umumnya memiliki skala terkecil 1 mm, sedangkan jangka sorong mencapai 0,1 mm atau 0,05 mm, maka pengukuran menggunakan jangka sorong akan memberikan hasil yang lebih presisi dibandingkan menggunakan mistar. 
Meskipun memungkinkan untuk mengupayakan kepresisian pengukuran dengan memilih alat ukur tertentu, tetapi tidak mungkin menghasilkan pengukuran yang tepat (akurasi) secara mutlak. Keakurasian pengukuran harus dicek dengan cara membandingkan terhadap nilai standar yang ditetapkan. Keakurasian alat ukur juga harus dicek secara periodik dengan metode  the two-point calibration. Pertama, apakah alat ukur sudah menunjuk nol sebelum digunakan? Kedua, apakah alat ukur memberikan pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan untuk mengukur sesuatu yang standar?    


1.    Sumber-sumber Ketidakpastian dalam Pengukuran
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan ketidakpastian pengukuran, yaitu:
a. Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Bila sumber ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur tersebut digunakan akan memproduksi ketidakpastian yang sama. Yang termasuk ketidakpastian sistematik antara lain:
1)   Kesalahan Kalibrasi Alat
Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukkan angka pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala menjadi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya kuat arus listrik yang melewati suatu beban sebenarnya 1,0 A, tetapi  bila diukur  menggunakan  suatu Ampermeter tertentu selalu terbaca 1,2 A. Kesalahan tersebut diatasi dengan mengkalibrasi ulang instrumen terhadap instrumen standar.
2)   Kesalahan Nol
Ketidaktepatan penunjukan alat pada skala nol juga melahirkan ketidakpastian sistematik. Hal ini sering terjadi, tetapi juga sering terabaikan. Pada sebagian besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan sekrup pengatur/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala.
3)   Waktu Respon yang tidak Tepat
Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat dari waktu pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan saat munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban yang digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu  yang kita ukur sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch saat kejadian berlangsung. 
4)   Kondisi yang tidak Sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur. Misal, mengukur nilai transistor saat dilakukan penyolderan, atau mengukur panjang sesuatu pada suhu tinggi menggunakan mistar logam. Hasil yang diperoleh tentu bukan nilai yang sebenarnya karena panas mempengaruhi sesuatu yang diukur maupun alat pengukurnya.
5)   Kesalahan Komponen Lain
Seperti melemahnya pegas yang digunakan atau terjadi gesekan antara jarum dengan bidang skala.
6)   Kesalahan Arah Pandang
Membaca nilai skala bila ada jarak antara jarum dan garis-garis skala
Gambar 1.1 Ketika membaca skala pada mistar, arah pandangan harus tepat tegak lurus pada tanda garis skala yang dibaca. Jika tidak akan terjadi kesalahan paralaks, termasuk kesalahan sistematis

b. Ketidakpastian Random
Ketidakpastian random umumnya bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang sangat cepat dan acak sehingga pengaturan atau pengontrolannya di luar kemampuan kita. Misalnya:
1)      Fluktuasi pada besaran listrik. Tegangan listrik selalu mengalami fluktuasi (perubahan terus menerus secara cepat dan acak). Akibatnya kalau kita ukur, nilainya juga berfluktuasi. Demikian pula saat kita mengukur kuat arus listrik, 
2)      Getaran landasan. Alat yang sangat peka (misalnya seismograf) akan melahirkan ketidakpastian karena gangguan getaran landasannya, 
3)      Radiasi latar belakang. Radiasi kosmos dari angkasa dapat mempengaruhi hasil pengukuran alat pencacah, sehingga melahirkan ketidakpastian random. 
4)      Gerak acak molekul udara. Molekul udara selalu bergerak secara acak (gerak Brown), sehingga berpeluang mengganggu alat ukur yang halus, misalnya mikro-galvanometer dan melahirkan ketidakpastian pengukuran.



c. Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian pengukuran yang bersumber dari kekurangterampilan manusia saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode pembacaan skala tidak tegak lurus (paralaks), salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurang tepat. 
Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak terampil, semakin banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga memproduksi ketidakpastian yang besar pula.

2.    Aturan Angka Penting
Sebelum membuat laporan hasil pengukuran, akan lebih baik jika anda memahami tetang angka penting beserta aturannya.
Perhatikan kembali gambar 1.2 di bawah ini.





Gambar 1.2 Panjang benda diukur dengan mistar.
                                  Sumber www.absolutvision.com

Panjang logam tersebut pasti melebihi 4,3 cm, dan jika skala tersebut kita perhatikan lebih cermat, ujung logam berada  kira-kira  di  tengah-tengah  skala  4,3  cm  dan  4,4  cm.  Kalau  kita mengikuti aturan penulisan hasil pengukuran hingga setengah skala terkecil, panjang logam dapat dituliskan 4,35 cm.
Angka terakhir (angka 5) merupakan angka taksiran, karena terbacanya angka tersebut hanyalah dari hasil menaksir atau memperkirakan saja. Berarti  hasil pengukuran 4,35 cm terdiri dari dua angka pasti, yaitu angka 4 dan 3, dan satu  angka taksiran yaitu angka 5. Angka-angka hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti  dan angka taksiran disebut  angka penting.
Penulisan angka nol pada angka penting, ternyata memberikan implikasi yang amat berharga.
Untuk mengidentifikasi apakah suatu angka tertentu termasuk angka penting atau bukan, dapat diikuti beberapa kriteria di bawah ini:
a.      Semua angka bukan nol termasuk angka penting.
Contoh: 2,45 memiliki 3 angka penting.
b.      Semua  angka  nol  yang  tertulis  setelah  titik  desimal  termasuk angka penting.
Contoh: 2,60 memiliki 3 angka penting  16,00 memiliki 4 angka penting.
c.       Angka  nol  yang  tertulis  di  antara  angka-angka  penting  (angka-angka bukan nol), juga termasuk angka penting.
Contoh: 305 memiliki 3 angka penting
     20,60 memiliki 4 angka penting
d.     Angka nol yang tertulis sebelum angka bukan nol dan hanya berfungsi sebagai penunjuk titik desimal, tidak termasuk angka penting.
Contoh: 0,5 memiliki 1 angka penting
     0,0860 memiliki 3 angka penting

Hasil pengukuran 186.000 meter memiliki berapa angka penting? Sulit untuk  menjawab pertanyaan ini. Angka 6 mungkin angka taksiran dan tiga angka nol di belakangnya menunjukkan titik desimal. Tetapi dapat pula semua angka tersebut merupakan hasil pengukuran. Ada dua cara untuk memecahkan kesulitan  ini. Pertama: titik desimal diubah menjadi satuan, diperoleh 186 km  (terdiri 3 angka penting) atau 186,000 km (terdiri 6 angka penting). Kedua: ditulis dalam bentuk notasi baku, yaitu 1,86 x 105  m (terdiri 3 angka penting) atau 1,86000 x 105 m (terdiri 6 angka penting).
Jumlah angka penting dalam penulisan hasil pengukuran dapat dijadikan indikator  tingkat  ketelitian  pengukuran  yang dilakukan.  Semakin banyak angka penting yang dituliskan, berarti pengukuran yang dilakukan semakin teliti.
Berikut beberapa contoh penulisan hasil pengukuran dengan memperhatikan angka penting:
1.      Satu angka penting
:
2,
0,1
0,002
0,01   x 10-2
2.      Dua angka penting
:
2,6
1,0
0,010
0,10   x 10-2
3.      Tiga angka penting
:
20,1
1,25
0,0621
3,01   x 10-2
4.      Empat angka penting
:
20,12
1,000
0,1020
1,001 x 10-2

Perhitungan dengan Angka Penting
Setelah mencatat  hasil  pengukuran  dengan  tepat,  diperoleh  data-data kuantitatif  yang  mengandung  sejumlah  angka-angka  penting.  Sering  kali, angka-angka  tersebut  harus  dijumlahkan,  dikurangkan,  dibagi,  atau dikalikan. Ketika kita mengoperasikan angka-angka penting hasil pengukuran, jangan  lupa  hasil  yang  kita  dapatkan  melalui  perhitungan  tidak  mungkin memiliki ketelitian melebihi ketelitian hasil pengukuran.
a. Penjumlahan dan Pengurangan
Bila  angka-angka  penting  dijumlahkan  atau  dikurangkan,  maka  hasil penjumlahan atau pengurangan tersebut memiliki ketelitian sama dengan ketelitian angka-angka yang dijumlahkan atau dikurangkan,  yang paling tidak teliti.
Contoh:
24,681    ketelitian hingga seperseribu
  2,34      ketelitian hingga seperseratus
  3,2   +  ketelitian hingga sepersepuluh
30,221
Penulisan hasil yang  benar  adalah            30,2 ketelitian hingga sepersepuluh.

Bila jawaban ditulis 30,22 ketelitiannya hingga seperseratus. Hal ini menunjukkan hasil perhitungan lebih teliti dibanding hasil pengukuran, karena   hasil    pengukuran  yang   dijumlahkan ada yang ketelitiannya  hanya  sampai  sepersepuluh,  yaitu  3,2. Apakah  mungkin?
Apalagi  bila  hasil  perhitungan  ditulis   30,221,  berarti  ketelitian  hasil perhitungan hingga seperseribu.

b. Perkalian dan Pembagian
Bila  angka-angka  penting  dibagi  atau  dikalikan,  maka  jumlah  angka penting  pada  hasil  operasi  pembagian  atau  perkalian  tersebut  paling banyak sama dengan jumlah angka penting terkecil dari bilangan-bilangan yang dioperasikan.
Contoh:
3,22 cm x 2,1 cm = 6,762 cm2,       ditulis 6,8 cm2  .

c. Aturan pembulatan angka-angka penting
Sebagaimana telah didiskusikan pada bagian sebelumnya, perhitungan yang melibatkan angka penting tidak dapat diperlakukan sama seperti operasi matematik biasa.  Ada beberapa aturan yang harus diperhatikan, sehingga hasil   perhitungannya tidak memiliki ketelitian melebihi ketelitian hasil pengukuran yang dioperasikan.
Kita ambil kembali contoh penjumlahan dan perkalian sebelumnya;
24,681 + 2,343 + 3,21 = 30,234           ditulis 30,23
3,22 x 2,1 = 6,762                                 ditulis            6,8

Mengapa pada hasil penjumlahan nilai 0,004 dihilangkan, sedangkan pada hasil perkalian nilai 0,062 dibulatkan menjadi 0,1? Untuk membulatkan angka-angka penting, ada beberapa aturan yang harus kita ikuti:
a.  Angka kurang dari 5, dibulatkan ke bawah (ditiadakan)
 Contoh: 12,74 dibulatkan menjadi 12,7
b.  Angka lebih dari 5, dibulatkan ke atas
 Contoh: 12,78 dibulatkan menjadi 12,8
c. Angka 5, dibulatkan ke atas bila angka sebelumnya ganjil dan ditiadakan bila angka sebelumnya genap.
Contoh: 12,75 dibulatkan menjadi 12,8
          12,65 dibulatkan menjadi 12,6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar