Rabu, 27 November 2013
Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas
Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan. Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan viskositas gas naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan temperatur. Penambahan gula tebu meningkatkan viskositas air. Adanya bahan tambahan seperti bahan suspensi menaikkan viskositas air. Pada minyak ataupun gliserin adanya penambahan air akan menyebabkan viskositas akan turun karena gliserin maupun minyak akan semakin encer, waktu alirnya semakin cepat. Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju aliran alkohol cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi serta laju aliran lambat sehingga viskositas juga tinggi. Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak.
Selasa, 26 November 2013
Viskositas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar
kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka
makin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam
fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi
antara molekul zat cair. Sedangkan dalam gas, viskositas timbul sebagai akibat
tumbukan antara molekul gas. Viskositas zat cair dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan besaran yang disebut koefisien viskositas. Satuan SI untuk
koefisien viskositas adalah Ns/m2 atau pascal sekon (Pa s). Ketika Anda
berbicara viskositas Anda berbicara tentang fluida sejati. Fluida ideal tidak
mempunyai koefisien viskositas. Apabila suatu benda bergerak dengan kelajuan v
dalam suatu fluida kental yang koefisien viskositasnya, maka benda tersebut
akan mengalami
gaya gesekan fluida , dengan k adalah konstanta yang bergantung pada bentuk geometris benda. Berdasarkan perhitungan laboratorium, pada tahun 1845, Sir George Stokes menunjukkan bahwa untuk
benda yang bentuk geometrisnya berupa bola nilai k = 6 π r. Bila nilai k dimasukkan ke dalam persamaan, maka diperoleh persamaan seperti berikut:
gaya gesekan fluida , dengan k adalah konstanta yang bergantung pada bentuk geometris benda. Berdasarkan perhitungan laboratorium, pada tahun 1845, Sir George Stokes menunjukkan bahwa untuk
benda yang bentuk geometrisnya berupa bola nilai k = 6 π r. Bila nilai k dimasukkan ke dalam persamaan, maka diperoleh persamaan seperti berikut:
Perhatikan sebuah bola yang jatuh dalam. Gaya-gaya yang bekerja pada bola
adalah gaya berat w, gaya apung Fa, dan gaya lambat akibat viskositas atau gaya
stokes Fs. Ketika dijatuhkan, bola bergerak dipercepat. Namun, ketika
kecepatannya bertambah, gaya stokes juga bertambah. Akibatnya, pada suatu saat
bola mencapai keadaan seimbang sehingga bergerak dengan kecepatan konstan yang
disebut kecepatan terminal. Pada kecepatan terminal, resultan yang bekerja pada
bola sama dengan nol. Misalnya sumbu vertikal ke atas sebagai sumbu positif,
maka pada saat kecepatan terminal tercapai berlaku berlaku persamaan :
Berdasarkan eksperimen juga diperoleh bahwa koefisien viskositas tergantung
suhu. Pada kebanyakan fluida makin tinggi suhu makin rendah koefisien viskositasnya.
a. Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah mengalir, contoh : air
b. Fluida yang lebih kental lebih sulit mengalir, contoh : minyak goreng
a. Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah mengalir, contoh : air
b. Fluida yang lebih kental lebih sulit mengalir, contoh : minyak goreng
Senin, 25 November 2013
Hanya Mencoba Untuk Posting
Lokasi:Jember, Jawa Timur, Indonesia
Jember, Jawa Timur, Indonesia
Kamis, 21 November 2013
SATUAN DAN PENGUKURAN
BAB I
SISTEM SATUAN DAN PENGUKURAN
Pada Bab I buku
Fisika Dasar untuk Sains Anda akan mempelajari tentang sistem satuan dan sistem
pengukuran, dan untuk itu akan dimulai dengan pengukuran, sistem satuan, besaran
pokok dan besaran turunan.
A. Pengukuran
Pengukuran
merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting dalam kehidupan kita.
Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran dengan besaran lain
sejenis yang dipergunakan sebagai satuannya. Misalnya, Anda mengukur panjang
buku dengan mistar, artinya Anda membandingkan panjang buku tersebut dengan
satuan-satuan panjang yang ada di mistar, yaitu milimeter atau centimeter,
sehingga diperoleh hasil pengukuran, panjang buku adalah 210 mm atau 21 cm.
Fisika merupakan
ilmu yang memahami segala sesuatu tentang gejala alam melalui pengamatan atau
observasi dan memperoleh kebenarannya secara empiris melalui panca indera.
Karena itu, pengukuran merupakan bagian yang sangat penting dalam proses
membangun konsep-konsep fisika.
Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, pertama masalah ketelitian
(presisi) dan kedua masalah ketepatan
(akurasi). Presisi menyatakan derajat kepastian hasil suatu pengukuran,
sedangkan akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang
sebenarnya. Presisi bergantung pada alat
yang digunakan untuk melakukan
pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala
suatu alat semakin presisi hasil pengukuran alat tersebut. Mistar umumnya
memiliki skala terkecil 1 mm, sedangkan jangka sorong mencapai 0,1 mm atau 0,05
mm, maka pengukuran menggunakan jangka sorong akan memberikan hasil yang lebih
presisi dibandingkan menggunakan mistar.
Meskipun
memungkinkan untuk mengupayakan kepresisian pengukuran dengan memilih alat ukur
tertentu, tetapi tidak mungkin menghasilkan pengukuran yang tepat (akurasi)
secara mutlak. Keakurasian pengukuran harus dicek dengan cara membandingkan
terhadap nilai standar yang ditetapkan. Keakurasian alat ukur juga harus dicek
secara periodik dengan metode the two-point calibration. Pertama,
apakah alat ukur sudah menunjuk nol sebelum digunakan? Kedua, apakah alat ukur
memberikan pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan untuk mengukur sesuatu
yang standar?
1. Sumber-sumber
Ketidakpastian dalam Pengukuran
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan
ketidakpastian pengukuran, yaitu:
a.
Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur
yang digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Bila sumber
ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur tersebut digunakan akan
memproduksi ketidakpastian yang sama. Yang termasuk ketidakpastian sistematik
antara lain:
1)
Kesalahan
Kalibrasi Alat
Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala
penunjukkan angka pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala menjadi tidak
sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya kuat arus listrik yang melewati suatu
beban sebenarnya 1,0 A, tetapi bila
diukur menggunakan suatu Ampermeter tertentu selalu terbaca 1,2
A. Kesalahan tersebut diatasi dengan mengkalibrasi ulang instrumen terhadap
instrumen standar.
2)
Kesalahan Nol
Ketidaktepatan penunjukan alat pada skala nol juga
melahirkan ketidakpastian sistematik. Hal ini sering terjadi, tetapi juga
sering terabaikan. Pada sebagian besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan sekrup
pengatur/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak tepat pada skala nol,
maka untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap
kali melakukan pembacaan skala.
3)
Waktu Respon yang
tidak Tepat
Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat dari
waktu pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan saat munculnya data
yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan data yang
sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban yang
digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena
terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch saat kejadian
berlangsung.
4)
Kondisi yang tidak
Sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi
alat ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur. Misal, mengukur nilai
transistor saat dilakukan penyolderan, atau mengukur panjang sesuatu pada suhu
tinggi menggunakan mistar logam. Hasil yang diperoleh tentu bukan nilai yang sebenarnya
karena panas mempengaruhi sesuatu yang diukur maupun alat pengukurnya.
5)
Kesalahan Komponen
Lain
Seperti melemahnya pegas yang digunakan atau
terjadi gesekan antara jarum dengan bidang skala.
6)
Kesalahan Arah
Pandang
Membaca nilai skala
bila ada jarak antara jarum dan garis-garis skala
Sumber www.absolutvision.com
|
Gambar 1.1 Ketika
membaca skala pada mistar, arah pandangan harus tepat tegak lurus pada tanda
garis skala yang dibaca. Jika tidak akan terjadi kesalahan paralaks, termasuk
kesalahan sistematis
b.
Ketidakpastian Random
Ketidakpastian random umumnya bersumber dari gejala
yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti atau tidak dapat diatasi secara
tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang sangat cepat dan acak sehingga
pengaturan atau pengontrolannya di luar kemampuan kita. Misalnya:
1)
Fluktuasi pada
besaran listrik. Tegangan listrik selalu mengalami fluktuasi (perubahan terus
menerus secara cepat dan acak). Akibatnya kalau kita ukur, nilainya juga
berfluktuasi. Demikian pula saat kita mengukur kuat arus listrik,
2)
Getaran
landasan. Alat yang sangat peka (misalnya seismograf) akan melahirkan
ketidakpastian karena gangguan getaran landasannya,
3)
Radiasi latar
belakang. Radiasi kosmos dari angkasa dapat mempengaruhi hasil pengukuran alat
pencacah, sehingga melahirkan ketidakpastian random.
4)
Gerak acak molekul
udara. Molekul udara selalu bergerak secara acak (gerak Brown), sehingga
berpeluang mengganggu alat ukur yang halus, misalnya mikro-galvanometer dan
melahirkan ketidakpastian pengukuran.
c.
Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian
pengukuran yang bersumber dari kekurangterampilan manusia saat melakukan
kegiatan pengukuran. Misalnya: metode pembacaan skala tidak tegak lurus
(paralaks), salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur
yang kurang tepat.
Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang
semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sebelum
alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak terampil, semakin
banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk melakukan kesalahan
sehingga memproduksi ketidakpastian yang besar pula.
2. Aturan
Angka Penting
Sebelum
membuat laporan hasil pengukuran, akan lebih baik jika anda memahami tetang
angka penting beserta aturannya.
Perhatikan kembali gambar 1.2 di
bawah ini.
Gambar 1.2 Panjang benda diukur dengan mistar.
Sumber www.absolutvision.com
Panjang logam tersebut pasti melebihi 4,3 cm, dan jika skala tersebut
kita perhatikan lebih cermat, ujung logam berada kira-kira
di tengah-tengah skala 4,3 cm
dan 4,4 cm.
Kalau kita mengikuti aturan
penulisan hasil pengukuran hingga setengah skala terkecil, panjang logam dapat
dituliskan 4,35 cm.
Angka terakhir (angka 5) merupakan angka taksiran, karena
terbacanya angka tersebut hanyalah dari hasil menaksir atau memperkirakan saja.
Berarti hasil pengukuran 4,35 cm terdiri
dari dua angka pasti, yaitu angka 4 dan 3, dan satu angka taksiran yaitu angka 5. Angka-angka
hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti
dan angka taksiran disebut angka
penting.
Penulisan angka nol pada angka penting, ternyata memberikan
implikasi yang amat berharga.
Untuk mengidentifikasi apakah suatu angka tertentu
termasuk angka penting atau bukan, dapat diikuti beberapa kriteria di bawah
ini:
a.
Semua angka
bukan nol termasuk angka penting.
Contoh: 2,45 memiliki 3 angka penting.
b.
Semua angka
nol yang tertulis
setelah titik desimal
termasuk angka penting.
Contoh: 2,60 memiliki 3 angka penting 16,00 memiliki 4 angka penting.
c.
Angka nol
yang tertulis di
antara angka-angka penting
(angka-angka bukan nol), juga termasuk angka penting.
Contoh: 305 memiliki 3 angka penting
20,60 memiliki 4 angka penting
d.
Angka nol yang
tertulis sebelum angka bukan nol dan hanya berfungsi sebagai penunjuk titik
desimal, tidak termasuk angka penting.
Contoh: 0,5 memiliki 1 angka penting
0,0860 memiliki 3 angka penting
Hasil pengukuran 186.000 meter memiliki berapa
angka penting? Sulit untuk menjawab
pertanyaan ini. Angka 6 mungkin angka taksiran dan tiga angka nol di
belakangnya menunjukkan titik desimal. Tetapi dapat pula semua angka tersebut
merupakan hasil pengukuran. Ada dua cara untuk memecahkan kesulitan ini. Pertama: titik desimal diubah menjadi
satuan, diperoleh 186 km (terdiri 3
angka penting) atau 186,000 km (terdiri 6 angka penting). Kedua: ditulis dalam
bentuk notasi baku, yaitu 1,86 x 105
m (terdiri 3 angka penting) atau 1,86000 x 105 m (terdiri 6
angka penting).
Jumlah angka penting dalam penulisan hasil pengukuran
dapat dijadikan indikator tingkat ketelitian
pengukuran yang dilakukan. Semakin banyak angka penting yang dituliskan,
berarti pengukuran yang dilakukan semakin teliti.
Berikut beberapa contoh penulisan hasil pengukuran
dengan memperhatikan angka penting:
1.
Satu angka penting
|
:
|
2,
|
0,1
|
0,002
|
0,01 x 10-2
|
2.
Dua angka penting
|
:
|
2,6
|
1,0
|
0,010
|
0,10 x 10-2
|
3.
Tiga angka penting
|
:
|
20,1
|
1,25
|
0,0621
|
3,01 x 10-2
|
4.
Empat angka penting
|
:
|
20,12
|
1,000
|
0,1020
|
1,001 x 10-2
|
Perhitungan
dengan Angka Penting
Setelah mencatat
hasil pengukuran dengan
tepat, diperoleh data-data kuantitatif yang
mengandung sejumlah angka-angka
penting. Sering kali, angka-angka tersebut
harus dijumlahkan, dikurangkan,
dibagi, atau dikalikan. Ketika
kita mengoperasikan angka-angka penting hasil pengukuran, jangan lupa
hasil yang kita
dapatkan melalui perhitungan
tidak mungkin memiliki ketelitian
melebihi ketelitian hasil pengukuran.
a. Penjumlahan dan Pengurangan
Bila
angka-angka penting dijumlahkan
atau dikurangkan, maka
hasil penjumlahan atau pengurangan tersebut memiliki ketelitian sama
dengan ketelitian angka-angka yang dijumlahkan atau dikurangkan, yang paling tidak teliti.
Contoh:
24,681 ketelitian
hingga seperseribu
2,34 ketelitian hingga seperseratus
3,2 + ketelitian hingga sepersepuluh
30,221
Penulisan hasil yang benar adalah 30,2 ketelitian hingga
sepersepuluh.
Bila jawaban ditulis 30,22 ketelitiannya hingga
seperseratus. Hal ini menunjukkan hasil perhitungan lebih teliti dibanding
hasil pengukuran, karena hasil pengukuran yang dijumlahkan ada
yang ketelitiannya hanya sampai
sepersepuluh, yaitu 3,2. Apakah
mungkin?
Apalagi
bila hasil perhitungan
ditulis 30,221, berarti
ketelitian hasil perhitungan
hingga seperseribu.
b. Perkalian dan Pembagian
Bila
angka-angka penting dibagi
atau dikalikan, maka
jumlah angka penting pada
hasil operasi pembagian
atau perkalian tersebut
paling banyak sama dengan jumlah angka penting terkecil dari
bilangan-bilangan yang dioperasikan.
Contoh:
3,22 cm x 2,1 cm = 6,762 cm2, ditulis 6,8 cm2 .
c. Aturan pembulatan angka-angka penting
Sebagaimana telah didiskusikan pada bagian
sebelumnya, perhitungan yang melibatkan angka penting tidak dapat diperlakukan
sama seperti operasi matematik biasa.
Ada beberapa aturan yang harus diperhatikan, sehingga hasil perhitungannya tidak memiliki ketelitian
melebihi ketelitian hasil pengukuran yang dioperasikan.
Kita ambil kembali contoh penjumlahan dan perkalian
sebelumnya;
24,681 + 2,343 + 3,21 = 30,234 ditulis 30,23
3,22 x 2,1 = 6,762 ditulis 6,8
Mengapa pada hasil penjumlahan nilai 0,004 dihilangkan,
sedangkan pada hasil perkalian nilai 0,062 dibulatkan menjadi 0,1? Untuk
membulatkan angka-angka penting, ada beberapa aturan yang harus kita ikuti:
a. Angka kurang
dari 5, dibulatkan ke bawah (ditiadakan)
Contoh: 12,74
dibulatkan menjadi 12,7
b. Angka lebih
dari 5, dibulatkan ke atas
Contoh: 12,78
dibulatkan menjadi 12,8
c. Angka 5, dibulatkan ke atas bila angka
sebelumnya ganjil dan ditiadakan bila angka sebelumnya genap.
Contoh: 12,75 dibulatkan menjadi 12,8
12,65
dibulatkan menjadi 12,6
Senin, 18 November 2013
Minggu, 17 November 2013
It's how The Animals Sees Around
Nah, begitu sempurnanya mata yang diciptakan Tuhan untuk manusia. Manusia bisa melihat warna-warni dunia dengan jelas. Lalu bagaimana dengan hewan-hewan seperti anjing, kucing, tikus, burung? Berikut adalah cara hewan melihat sekitar dan warna yang dapat diserap oleh penglihatan mereka yang dibandingkan dengan penglihatan manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)